LifeStyle Suplemen
TEATER KAIL, Hitam yang Tak Selamanya Hitam
Minggu, 23/12/2007
HITAM dan Putih menjadi simbol kejahatan dan kebaikan. Murni menjadi simbol bagaimana hitam tidak selalu hitam, dan sebaliknya. Teater Kail kembali mementaskan pergelarannya di Taman Ismail Marzuki (TIM).
Terakhir kali kelompok ini menggelar show di TIM pada 1987.Waktu itu kelompok yang telah eksis sejak 1973 ini menggelar lakon Dag Dig Dug di Teater Tertutup TIM. Pada 2003, mereka kembali tampil di Gedung Kesenian Jakarta mementaskan Love Underasurepada 27 Desember 2003, yang didukung oleh Ria Irawan, Jajang C Noer, dan Dewi Yull.
Setelah itu, tak ada lagi pementasan besar yang ditampilkan. Tahun ini mereka menghadirkan kisah tragis Murni, yakni seorang janda yang menjadi gila setelah melihat jasad suaminya yang telah dimutilasi. Kehilangan suami, Murni kehilangan arah. Dia tak hanya jadi pelacur, juga budak nafsu.
Setelah diketahui menderita penyakit kelamin. Dia pun dikucilkan. Cerita sendiri dimulai dengan bunyi-bunyian mantera di sebuah pemakaman. Manteramantera tersebut terlantun seiring dengan jatuhnya korban lagi akibat kecelakaan proyek pembangunan waduk. Penduduk menganggapnya sebagai ulah roh halus. Maka,si gila Murni pun dijadikan tumbal.
Namun dia lari meminta tolong kepada kepala desa, Din. Dari situ konflik semakin melebar dan menukik. Teater Kail mengungkap tema tersebut melalui simbol-simbol abstrak.Tokoh Din ditampilkan dalam empat bentuk. Din sesungguhnya tersesat dalam lembah perenungan. Di sana dia berhadapan dengan Din-Din lain. Din putih, Din merah dan Din Kuning.
Din Merah menyalahkan ulah Din yang membunuh suami Murni. ”Suami Murni memang penjahat, tapi kamu tak lebih dari dia karena kamu mendapatkan komisi dari perbuatanmu itu,” ucap Din Merah. Perdebatan antara empat tokoh Din, mengungkapkan realitas sosial yang sebenarnya terjadi. Bagaimana orang kemudian menyalahkan roh-roh halus yang tidak bersalah.
”Aku melakukan itu semua demi kamu.Aku korupsi untuk memuaskan keinginanmu. Kamu minta apa saja akan kuberikan. Asal jangan meminta cerai,” ucap Din kepada istrinya. Meski semua telah dilakukan, sang istri tetap tidak puas. Dia mencari kesenangan lain dengan berselingkuh dengan pria lain. Semen yang telah jadi uang itu pun terbuang sia-sia.
Sementara bangunan waduk yang semestinya kokoh menjadi rapuh hingga sejumlah korban pun berjatuhan. Sang kepala kampung juga tidak puas dengan istri-istrinya. Meski telah memiliki banyak istri dan harta, dia tetap bermain wanita.Salah satu korbannya adalah Murni. Cerita yang sebenarnya sederhana,dibuat dengan membingungkan, dengan banyak tokoh yang sebenarnya sama.
Hitam dan Putih disimbolkan dalam berbagai aspek. Murni menjadi hitam bukan karena keinginannya. Kepala Kampung yang terlihat putih, jauh lebih hitam dari Murni. ”Tragedi Murni membuka mata bagaimana realitas yang terjadi di masyarakat.Agak membingungkan, tapi cukup menerangkan maksud dari cerita tersebut,” komentar Wawan, 23, seorang penonton.
Meski tampil tanpa bintangbintang ternama, Teater Kail tetap menunjukkan eksistensi mereka. Pipin Putri memerankan tokoh Murni dengan sangat baik.Kegetiran Murni juga dimunculkan Pipin dengan sangat dramatis.Tokoh Murni bisa begitu kuat, tegar, namun sebaliknya ringkih dan menderita. Sementara tokoh Din dimainkan Andi Rizani dengan emosi kuat. (juni triyanto)
Di copy paste dari : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/suplemen/teater-kail-hitam-yang-tak-selamanya-hitam.html
Thursday, 21 February 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment