puisi

puisi
puisi BILA CINTA TAK SAMPAI

Semoga Hari Bahagia Selalu


Assalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Friday, 2 July 2010


logo SUARA MERDEKA






Jum'at, 15 Juli 2005 PANTURA

Menikmati Puisi Melayu Nani Tandjung

NUANSA Melayu terasa dalam pembacaan puisi Nani Tandjung

di aula stasiun radio Sebayu FM Kota Tegal, Selasa malam (12/7).

Syair-syair dari kumpulan puisinya "Bila Cinta Tak Sampai" yang

dia sajikan bersama tim teater Kail dari Jakarta itu banyak

bercerita tentang bencana tsunami. Dia bersama Sutarno SK

dan Hendra Juniardi membawa penonton seolah-olah berada

di lokasi bencana itu.


Nuansa melayu itu tercermin dalam syair Nani Tandjung

yang bercerita banyak tentang gempa yang melanda Aceh, Nias

dan Sumatera Utara.

Di antaranya tersirat dalam puisi berjudul "Love Underasure",

"Talibun Tsunami" serta "Ekor Naga Itu Mengibas".


Dalam syair berjudul "Ekor Naga Itu Mengibas" ia sebutkan,

"Kemarin, Minggu 26 Desember 2004 sekitar pukul 08.00,

rupanya dua naga masih bertubrukan, Saling tindih menindih,

Saling dorong mendorong penuh kekuatan......".

Penampilan Nani Tandjung ketika membawakan puisinya

bisa dikatakan mengesankan. Pilihan bahasa yang lugas

membuat penonton bisa menangkap pesan lebih cepat.


"Saya menciptakan puisi yang dapat diceritakan," papar dia

usai pementasan. Memang ketika dia membaca puisi,

penonton menangkap kesan seolah-olah Nani sedang bercerita.


Kumpulan puisi yang terdiri atas 86 judul tersebut, kata

Nani Tandjung, digarapnya sehari setelah bencana tsunami

melanda, dengan karya pertama "Love Underasure". Perempuan

yang lahir di Sibolga, 26 Agustus 1950 itu menggelar pembacaan

puisi dalam rangka tur keliling ke beberapa kota.


Tur itu dimulai sejak 5 Juli dan kota yang sudah dikunjungi

di antaranya Solo dan Yogyakarta. "Kunjungan kami jadwalkan

sampai September 2005 ke beberapa kota, antara lain Malang,

Surabaya, dan Jember.

Semantara itu kota lain arah barat yang disinggahi di antaranya

Bandung dan Rangkas Belitung," ujar dia.


Mengenai proses berkesenian, ibu empat anak itu mengaku

menggelutinya sejak masih duduk di bangku SD.

"Saya ikut kegiatan tari pada waktu SD, jadi saya merasa sudah

berkesenian sejak itu." Nani Tandjung yang lebih dikenal

sebagai pekerja teater itu juga mengaku pernah menjadi guru TK.

Namun aktivitas sebagai guru tersebut sudah ditinggalkan

karena dia ingin lebih eksis dalam kesenian.


Sebagai seniman, sosok ini peka terhadap kondisi masyarakat.

Karena itu, tema puisinya banyak mengangkat apa-apa

yang sedang dialami masyarakat, seperti narkoba dan

nami. Itu dia lakukan karena tersentuh dan ingin berbuat

sesuatu dengan cara yang dia kuasai, yakni berpuisi.

Selain itu, bagi dirinya media puisi adalah ajang pembentukan

budaya. Karena itu, dia merasa menyesal karena kini telah

terjadi pergeseran budaya.


Dia pun menuangkan perasaannya itu dalam "Hantu 1" yang

berbunyi "padahal kita semua hantu".(Siti Kholidah-52m)






No comments: